Berdasarkan Pasal 1666 hingga pasal 1693 KUHP Perdata dinyatakan bahwa hibah merupakan sesuatu yang diberikan secara cuma-cuma pada saat penghibah masih hidup dan tidak dapat ditarik kembali. Pihak penerima juga tidak dapat menyerahkan sesuatu sebagai balasan kepada pemberi hibah. Dengan kata lain hibah tidak memerlukan kompensasi/ pembayaran dalam bentuk apapun.
Syarat Keabsahan Hibah
Ada beberapa ketentuan penting yang mengatur syarat suatu hibah dinyatakan sah atau bisa dilakukan. Ketentuan ini diatur dalam KUHP Perdata dengan penjelasan lebih rinci sebagai berikut:
- Hibah hanya dapat dilakukan terhadap benda yang sudah ada (KUHP Perdata Pasal 1667).
- Di dalam prakteknya, pihak pemberi dan penerima hibah dapat membuat perjanjian untuk menarik kembali pemberian apabila pihak penerima hibah telah meninggal dunia terlebih dahulu (KUHP Perdata Pasal 1672).
- Pemberian hibah antara suami istri tidak boleh dilakukan (KUHP Perdata Pasal 1678).
- Pemberian hibah harus atas akta notaris (KUHP Perdata Pasal 1682).
- Hibah dapat ditarik kembali apabila syarat-syarat yang diwajibkan tidak terpenuhi. Jika penerima hibah bersalah dengan melakukan atau membantu melakukan pembunuhan atau kejahatan lain kepada penghibah, jika penerima hibah menolak memberikan tunjangan nafkah kepada pemberi hibah, hingga penghibah jatuh miskin (KUHP Perdata 1688).
Ketentuan Pajak Hibah
Sebagai bagian dari objek pajak, sudah seharusnya hibah dikenakan pajak. Jenis penerimaan yang dikenakan pajak hibah wajib untuk membayar pajak penghasilan. Namun tidak semua hibah masuk ke dalam kategori objek pajak. Ada penerimaan yang tidak dikenakan pajak.
Berdasarkan PMK No.245/PMK.03/2008 ada 5 sumber penerimaan yang dibebaskan dari pajak hibah, diantaranya penerimaan dari:
1. Keluarga sedarah dalam satu garis keturunan dalam hubungan anak dan orang tua kandung. Jadi, jika hibah diberikan dari orang tua kepada anak kandung atau sebaliknya, objek hibah tersebut tidak dikenakan pajak penghasilan. Tetapi jika hibah yang diterima berasal dari kakak, adik, anak angkat, mantu, mertua atau orang lain, maka penerimaan tersebut merupakan objek PPh.
2. Badan keagamaan yang hanya mengurus tempat ibadah, tanpa mencari keuntungan. Apabila badan keagamaan juga mencari keuntungan, maka pemberian dari badan keagamaan ini bisa dikenakan pajak penghasilan.
3. Lembaga pendidikan yang hanya menyelenggarakan pendidikan tanpa mencari keuntungan. Jika lembaga pendidikan yang dimaksud melakukan kegiatan untuk mencari keuntungan pribadi atau suatu pihak tertentu, maka pemberiannya masuk dalam objek pajak.